Selasa, 24 Februari 2015

Apa Itu Salaf?

Mengenal Salaf dan Salafi

 

 


Para pembaca yang budiman -semoga Allah menunjuki kita kepada kebenaran-. Salaf dan salafi mungkin merupakan kata yang masih asing bagi sebagian orang atau kalau toh sudah dikenal namun masih banyak yang beranggapan bahwa istilah ini adalah sebutan bagi suatu kelompok baru dalam Islam. Lalu apa itu sebenarnya salaf? Dan apa itu salafi? Semoga tulisan berikut ini dapat memberikan jawabannya.
Pengertian Salaf
Salaf secara bahasa berarti orang yang terdahulu, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah yang artinya,”Maka tatkala mereka membuat Kami murka, Kami menghukum mereka lalu kami tenggelamkan mereka semuanya (di laut). Dan Kami jadikan mereka sebagai SALAF dan contoh bagi orang-orang yang kemudian.” (Az Zukhruf: 55-56), yakni kami menjadikan mereka sebagai SALAF -yaitu orang yang terdahulu- agar orang-orang sesudah mereka dapat mengambil pelajaran dari mereka (salaf). Oleh karena itu, Fairuz Abadi dalam Al Qomus Al Muhith mengatakan, ”Salaf juga berarti orang-orang yang mendahului kamu dari nenek moyang dan orang-orang yang memiliki hubungan kekerabatan denganmu.” (Lihat Al Manhajus Salaf ’inda Syaikh al-Albani, ’Amr Abdul  Mun’im Salim  dan Al Wajiz fii Aqidah Salafish Sholih, Abdullah bin Abdul Hamid Al Atsary)
Kata ’Salaf’ Tidaklah Asing di Kalangan Ulama
Mungkin banyak orang saat ini yang merasa asing dengan kata salaf, namun kata ini tidaklah asing di kalangan ulama. Imam Bukhari -ahli hadits terkemuka- menuturkan,”Rasyid bin Sa’ad mengatakan,’Dulu para SALAF menyukai kuda jantan, karena kuda seperti itu lebih tangkas dan lebih kuat’.” Kemudian Ibnu Hajar menjelaskan dalam Fathul Bari bahwa salaf tersebut adalah para sahabat dan orang setelah mereka.
Imam Nawawi –ulama besar madzhab Syafi’i- mengatakan dalam kitab beliau Al  Adzkar, ”Sangat bagus sekali do’a para SALAF sebagaimana dikatakan Al Auza’i rahimahullah Ta’ala, ’Orang-orang keluar untuk melaksanakan shalat istisqo’ (minta hujan), kemudian berdirilah Bilal bin Sa’ad, dia memuji Allah …’.” Salaf yang dimaksudkan oleh Al Auza’i di sini adalah Bilal bin Sa’ad, dan Bilal adalah seorang tabi’in. (Lihat Al Manhajus Salaf ’inda Syaikh al-Albani)
Siapakah Salaf?
Salaf menurut para ulama adalah sahabat, tabi’in (orang-orang yang mengikuti sahabat) dan tabi’ut tabi’in (orang-orang yang mengikuti tabi’in). Tiga generasi awal inilah yang disebut dengan salafush sholih (orang-orang terdahulu yang sholih). Merekalah tiga generasi utama dan terbaik dari umat ini, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam,”Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian generasi sesudahnya kemudian generasi sesudahnya lagi.”  (HR. Ahmad, Ibnu Abi ’Ashim, Bukhari dan Tirmidzi). Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam telah mempersaksikan ’kebaikan’ tiga generasi awal umat ini yang menunjukkan akan keutamaan dan kemuliaan mereka, semangat mereka dalam melakukan kebaikan, luasnya ilmu mereka tentang syari’at Allah, semangat mereka berpegang teguh pada sunnah beliau shallallahu ’alaihi wa sallam.  (Lihat Al Wajiz fii Aqidah Salafish Sholih dan Mu’taqod Ahlis Sunnah wal Jama’ah, Dr. Muhammad Kholifah At Tamimi)
Wajib Bagi Kita Mengikuti Jalan Salafush Sholih
Setelah kita mengetahui bahwa salaf adalah generasi terbaik umat ini, maka apakah kita wajib mengikuti jalan hidup salaf?
Allah telah meridhai secara mutlak para salaf dari kaum muhajirin dan anshor serta kepada orang yang mengikuti mereka dengan baik. Allah Ta’ala berfirman yang artinya,”Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (At-Taubah: 100). Untuk mendapatkan keridhaan yang mutlak ini, tidak ada jalan lain kecuali dengan mengikuti salafush sholih.
Allah juga memberi ancaman bagi siapa yang mengikuti jalan selain orang mukmin. Allah Ta’ala berfirman yang artinya,”Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An-Nisa: 115). Yang dimaksudkan dengan orang-orang mukmin ketika ayat ini turun adalah para sahabat (para salaf). Barangsiapa yang menyelisihi jalan mereka akan terancam kesesatan dan jahannam. Oleh karena itu, mengikuti jalan salaf adalah wajib.
Menyandarkan Diri pada Salafush Sholih
Setelah kita mengetahui bahwa mengikuti jalan hidup salafush sholih adalah wajib, maka bolehkah kita menyandarkan diri pada salaf sehingga disebut salafi (pengikut salaf)? Tidakkah ini termasuk golongan/kelompok baru dalam Islam?
Jawabannya kami ringkas sebagai berikut:
[1] Istilah salaf bukanlah suatu yang asing di kalangan para ulama,
[2] Keengganan untuk menyandarkan diri pada salaf berarti berlepas diri dari Islam yang benar yang dianut oleh salafush sholih,
[3] Kenapa penyandaran kepada berbagai madzhab/paham dan pribadi tertentu seperti Syafi’i (pengikut Imam Syafi’i) dan Asy’ari (pengikut Abul Hasan Al Asy’ari) tidak dipersoalkan?! Padahal itu adalah penyandaran kepada orang yang tidak luput dari kesalahan dan dosa!!
[4] Salafi adalah penyandaran kepada kema’shuman secara umum (keterbebasan dari kesalahan) sehingga memuliakan seseorang,
[5] Penyandaran kepada salaf bertujuan untuk membedakan dengan kelompok lainnya yang semuanya mengaku bersandar pada Al Qur’an dan As Sunnah, namun tidak mau beragama (bermanhaj) seperti salafush sholih yaitu para sahabat dan pengikutnya. (Lihat Al Manhajus Salafi ’inda Syaikh al-Albani).
Kesimpulannya sebagaimana dikatakan Syaikh Salim Al Hilali,
”Penamaan salafi adalah bentuk penyandaran kepada salaf. Penyandaran seperti ini adalah penyandaran yang terpuji dan cara beragama (bermanhaj) yang tepat. Dan bukan penyandaran yang diada-adakan sebagai madzhab baru.” (Limadza Ikhtartu Al Manhaj As Salaf)
Solusi Perpecahan Umat
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam telah memberikan solusi mengenai perpecahan umat Islam saat ini untuk berpegang teguh pada sunnah Nabi dan sunnah khulafa’ur rasyidin –yang merupakan salaf umat ini-. Beliau shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Dan sesungguhnya orang yang hidup di antara kalian akan melihat  perselisihan yang banyak, maka berpegang teguhlah kalian terhadap sunnahku dan sunnah khulafa’rosyidin yang mendapat  petunjuk. Maka berpegang teguh dengannya dan gigitlah dengan gigi geraham.” (Hasan Shohih, HR. Abu Daud  dan Tirmidzi)
Jalan Salaf adalah Jalan yang Selamat
Orang yang mengikuti jalan hidup Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dan sahabatnya (salafush sholih) inilah yang selamat dari neraka. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda yang artinya,”Yahudi telah terpecah menjadi 71 golongan; satu golongan masuk surga, 70 golongan masuk neraka. Nashrani terpecah menjadi 72 golongan; satu golongan masuk surga, 71 golongan masuk neraka. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, umatku akan terpecah menjadi 73 golongan; satu golongan masuk surga dan 72 golongan masuk neraka. Ada sahabat yang bertanya,’Wahai Rasulullah! Siapa mereka yang masuk surga itu?’ Beliau menjawab,’Mereka adalah Al-Jama’ah’.” (HR. Ibnu Majah, Abu Daud, dishahihkan Syaikh Al Albani). Dalam riwayat lain para sahabat bertanya,’Siapakah mereka wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab,’Orang yang mengikuti jalan hidupku dan para sahabatku.’ (HR. Tirmidzi)
Sebagai nasehat terakhir, ’Ingatlah, kata salafi –yaitu pengikut salafush sholih- bukanlah sekedar pengakuan (kleim) semata, tetapi harus dibuktikan dengan beraqidah, berakhlaq, beragama (bermanhaj), dan beribadah sebagaimana yang dilakukan salafush sholih.’
Ya Allah, tunjukilah kami pada kebenaran dengan izin-Mu dari jalan-jalan yang menyimpang dan teguhkan kami di atasnya.
Alhamdulillahillazi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shollallahu ’ala Nabiyyina Muhammad wa ’ala alihi wa shohbihi wa sallam.

Tulisan di masa silam, oleh Muhammad Abduh Tuasikal
www.rumaysho.com

Senin, 23 Februari 2015

hidup dan laut

Hidup itu bagai lautan
kadang tenang juga badai
perlu dilayari untuk menikmati lukisan alam nan indah
perlu dipancing dan tangkap agar bisa menopang tulang punggung dan mengenyangkan dahaga
perlu diselami agar lebih mengenal
perlu dijaga agar indah dan lestari
ya... tak sekedar duduk termangu menikmati alam, tetapi harus bergerak untuk memenuhi kebutuhan hidup, dan perlu bergenerasi untuk kebaikan semesta dunia dan akhirat


hidup itu bagai ombak
menggulung terkena angin dan tergiring menuju pesisir
terlepas lemah membelai pantai
terpecah riuh menabrak karang
Ya... ombak seperti ujian, jika dihadapi dengan tenang dan kelembutan maka indah akhirnya, jika dihadapi dengan marah dan kekerasan akan fatal akibatnya... 

Minggu, 22 Februari 2015

Siapa Aku?

Aku bukanlah bidadari bermata jeli,
Hanya wanita akhir zaman yang ingin bermulia hati...

Aku bukanlah wanita sempurna rupa,
Tak cantik bagai titisan Cleopatra.
Hanya wanita yang ingin bersyukur lillaah,
Dengan ciptaan indah dari Sang Illah.

Aku bukanlah wanita berharta,
Apalagi singgah dalam tahta.
Hanya wanita sederhana dalam balutan cinta orang tua...

Aku bukanlah wanita suci tanpa dosa,
Bukan pula faham seluruh inti agama.
Hanya wanita yang ingin bersama Tuhannya dalam tangan petunjuk-Nya,
Mencari kebenaran untuk mengemis Rahmat dan RidhoNya.

Tapi...
Aku bisa menjadi penyebab dosa...
Menjadi fitnah wanita yang amat berat di dunia...
Maka itu dampingilah aku dengan cinta,
Dalam ikatan suci berpahala,
Membangun istana bahagia dengan menara cinta,
Menjulang tinggi menggapai surga...


@ Bumi cinta menjelang kerja.
#refleksi cinta

Kamis, 19 Februari 2015

Cinta Si Hitam yang tak hitam

Sebuah kisah indah tentang cinta....
Kulitnya hitam. Wajahnya jelek. Usianya tua.
Waktu pertama kali masuk ke rumah wanita itu, hampir saja ia percaya kalau ia berada di rumah hantu.
Lelaki kaya dan tampan itu sejenak ragu kembali.
Sanggupkah ia menjalani keputusannya?
Tapi ia segera kembali pada tekadnya.
Ia sudah memutuskan untuk menikahi dan mencintai perempuan itu.
Apapun resikonya.

Suatu saat perempuan itu berkata padanya, "Ini emas-emasku yang sudah lama kutabung, pakailah ini untuk mencari wanita idamanmu, aku hanya membutuhkan status bahwa aku pernah menikah dan menjadi seorang istri."
Tapi lelaki itu malah menjawab, "Aku sudah memutuskan untuk mencintaimu.
Aku takkan menikah lagi."

Semua orang terheran-heran. Keluarga itu tetap utuh sepanjang hidup mereka. Bahkan mereka dikaruniai anak-anak dengan kecantikan dan ketampanan yang luar biasa.
Bertahun-tahun kemudian orang-orang menanyakan rahasia ini padanya.
Lelaki itu menjawab enteng, "Aku memutuskan untuk mencintainya.
Aku berusaha melakukan yang terbaik.
Tapi perempuan itu melakukan semua kebaikan yang bisa ia lakukan untukku.
Sampai aku bahkan tak pernah merasakan kulit hitam dan wajah jeleknya dalam kesadaranku. Yang kurasakan adalah kenyamanan jiwa yang melupakan aku pada fisik."
Begitulah cinta ketika ia terurai jadi perbuatan.
Ukuran integritas cinta adalah ketika ia bersemi dalam hati... terkembang dalam kata... terurai dalam perbuatan...
Kalau hanya berhenti dalam hati, itu cinta yang lemah dan tidak berdaya.

Kalau hanya berhenti dalam kata, itu cinta yang disertai dengan kepalsuan
dan tidak nyata...

Kalau cinta sudah terurai jadi perbuatan, cinta itu sempurna seperti pohon;
akarnya terhunjam dalam hati, batangnya tegak dalam kata, buahnya menjumbai dalam perbuatan.

Persis seperti iman, terpatri dalam hati, terucap dalam lisan, dan dibuktikan oleh perbuatan.
Semakin dalam kita merenungi makna cinta, semakin kita temukan fakta besar ini, bahwa cinta hanya kuat ketika ia datang dari pribadi yang kuat, bahwa
integritas cinta hanya mungkin lahir dari pribadi yang juga punya integritas.

Karena cinta adalah keinginan baik kepada orang yang kita cintai yang harus menampak setiap saat sepanjang kebersamaan.
Rahasia dari sebuah hubungan yang sukses bertahan dalam waktu lama adalah pembuktian cinta terus menerus.
Yang dilakukan para pecinta sejati disini adalah memberi tanpa henti.
Hubungan bertahan lama bukan karena perasaan cinta yang bersemi di dalam hati, tapi karena kebaikan tiada henti yang dilahirkan oleh perasaan cinta itu.
Seperti lelaki itu, yang terus membahagiakan istrinya, begitu ia memutuskan untuk mencintainya.
Dan istrinya, yang terus menerus melahirkan kebajikan dari cinta tanpa henti.
Ma syaa Allah.....
via Sdr.Danang Argha

Cinta sejati

Aku ingin engkau tahu,
terkadang diamku adalah rasa yang teramat dalam,
yang tak dapat kukendalikan .. .
Dibawah naungan cinta,
sungguh ..


cinta sejati tak lahir dalam kejapan,

ia lahir bukan oleh paksaan,
sungguh cinta sejati berjalan lambat dan pelan,
ia berjalan dalam paduan panjang dan pancangan tiang,
cinta sejati lahir karna mantapnya niat,
teguhnya tujuan,

cinta sejati takkan sirna dan pudar ikatan,
lihatlah bagaimana yang tumbuh cepat,
ia segera tumbang dan sekarat,
lihatlah aku ini tanah gersang
tak gampang bagi tanaman tumbuh berkembang,
tapi sekali tanaman bertahan,
ia tak gampang tumbang,
atau dirobohkan karna akarnya kuat mencengkram.


ibnu hazm el andalusy

Selasa, 17 Februari 2015

Tanda Dari-Nya

Demi napas yang berhembus kencang...
Demi jantung yang berdetak tak beraturan...
membuncah perasaan antara bahagia dan ketakutan...
khawatirkan harapan dan tolakan...

Tetiba mendapat kabar, untuk datang berkunjung...
Menemui ia yang mengajak bertemu...
seminggu kedepan... hari ahad-Mu...

Ya Robbi...
inikah petunjuk Mu...
Haruskah ku jalani sesuai alur skenario-Mu?
Ataukah harus ku lari menjauh?
Mencari sendiri dan menuntut seseorang sebagai jodohku?

Ya Robbi...
Harus kuapakan hatiku?
Bimbing lembut ia untuk tak terlalu mengharapkannya, agar tak retak kecewa...
Pegang erat ia untuk tak melambung tinggi, agar tak jatuh menyakitkan..
Tetapkan ia, agar setanpun tak bisikan keraguan akan jalan untuk menyempurnakan agamaku...

Ya Robbi...
aku takut..

senandung doa dalam keberkahan hujan ditengah istirahat
@ Bumi Paragon 17 Februari 2015

Kamis, 12 Februari 2015

Kesabaran Cinta

"Bersabarlah dengan cintamu"

Cinta itu laksana desiran angin, tak perlu tergesa, berlari & berlari untuk membuktikan keberadaannya.

Cukup rasakan desirannya sebagai bukti ada nya.
Tak usah tergesa mendahului rahasia-Nya.

Semua manusia saat ini & seterusnya sedang berlari mengejar harapannya masing-masing?

Berjalanlah, jangan terhenti atau menanti.
Karena, selama itu engkau berhenti selama itu pula engkau tertinggal.

Air mata adalah bahasa kejujuran.

Cerminan hati yang lembut, yang mencintai keindahan.

Biarkan ia menetes hingga resah itu hilang, jika resah itu masih bersemayam,maka biarkanlah ia mengadu kepada peraduan terindahnya.
Allah. Allah-lah sebaik-baiknya tempat untuk mengadu.

Kita tidak memiliki tubuh ini.
Kita tidak pernah memiliki mereka yang mencintai tubuh ini.

Raga ini milik Allah, jiwa ini kepunyaan Allah, hati ini ciptaan Allah, merekapun milik Allah.
Bahkan, cinta itupun milik-Nya.
Sepercik cahaya ketenangan yang di tebarkan untuk kebahagiaan hamba-hamba-Nya yang beriman & memahami.

Segera redam gemuruh itu, palingkanlah hatimu dari cemburu yang menipu.
Jika cinta mu tak bersambut, maka kembalikanlah kepada-Nya.
Murnikan kembali agar ia tetap bercahaya,
karena disanalah cintamu tidak akan pernah di sia-siakan !

Tidak usah risau jika engkau benar, teguhlah karena semesta fana ini milik Allah!

Ingatlah bahwasannya kesedihanmu di hari ini tidak akan mengurangi kesedihan-kesedihan yang mungkin akan terjadi di hari esokmu.

Kebahagiaanmu hari ini tidak akan mengurangi kebahagiaan-kebahagiaan yang mungkin akan engkau temui besok hari.

Jadi berbahagialah, agar kebahagiaanmu lebih lama.

(NAI)